Minggu, 23 November 2014

KASUS MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT KIMIA FARMA        

       Setiap profesi harus mengedepankan etika yang harus dipatuhi dengan nilai-nilai, tingkah laku, sifat dan tata cara yang baik  sesuai dengan pedoman atau kesadaran para professional yang di tanamkan dalam diri masing-masing dalam menerapkan ke dalam pekerjaannya tersebut dan sesuai kode etik Indonesia agar memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Walaupun  nilai-nilai tersebut terus di bicarakan tetapi pelanggaran etika masih saja sering terjadi di Indonesia  contohnya pada salah satu  produsen Farmasi terbesar di Indonesia yaitu PT Kimia Farma
          Tanggal 31 Desember 2001 PT Kimia Farma melakukan Audit dan manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
            Kesalahan penyajian timbul karena nilai daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.

KESIMPULAN
          Kejadian manipulasi atau kecurangan laporan keuangan pada tahun 2001  yang di lakukan oleh manajemen  PT Kimia Farma dengan laporan keuntungan sebesar 132 milyar karena dinilai  unsur rekayasa dan penggelembungan ,kemudiaan pada tahun 2002 laporan keuangan tersebut dikoreksi secara ulang dan  keuntungannya  hanya sebesar 99,56 milyar, hal ini  merupakan kegagalan yang dilakukan oleh auditor dalam mengaudit laporannya. Walaupun bukan unsur  kesengajaan tetapi ini kesalahan auditor tidak teliti dan jeli yang  harus dipertanggung jawabkan karena berefek besar terhadap para pihak yang berkepentingan dan para investor.
          Dalam kasus ini sudah jelas Manajemen PT Kimia Farma yang melakukan kecurangan tetapi disisi lain kegagalan auditor dalam mengaudit. Hal ini menyebabkan hilangnya kepercayaan publik  akan kemampuan dan keahlian  Hans Tuanakotta  dan Mustofa sehingga  diragukan oleh para Kliennya,  yang seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan.

Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar